Selasa, 12 Januari 2010

Tahun Baru, Mobil Baru dan Langit Baru

Tahun baru merupakan momentum yang sering dilewati dengan pesta yang meriah. Banyak orang yang tidak mau melewati momentum itu. Mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga kakek-kakek dan nenek-nenek sekalipun. Tidak sedikit orang yang bersedia merogoh kantongnya dalam-dalam untuk melawati malam tahun baru. Sepertinya tahun baru adalah saat yang harus dilewati dengan penuh suka cita. Entah apa dalilnya, tahun baru selalu saja begitu, dari tahun ke tahun.

Merayakan tahun baru memang bukanlah kesalahan. Sah-sah saja apabila orang melawati malam tahun baru dengan pesta meriah. Boleh-boleh saja orang merayakan tahun baru dengan berkumpul-kumpul bersama teman di sebuah tempat wisata mahal. Tapi, sepertinya istilah azas manfaat yang selalu digembor-gemborkan guru di depan kelas, sudah tidak popular lagi di kalangan kita. Kata “hemat” sudah tidak bersahabat dengan masyarakat Indonesia dan hanya menjadi lips service saja di kalangan pejabat. “Di tengah keterpurukan ekonomi dewasa ini kita harus berhemat, Karena banyak rakyat kita yang kesulitan,” pesan pembesar negeri ini pada saat berada di atas podium.

Tetapi apa yang terjadi kemudian? Sebagai bentuk peghargaan yang mendalam dan untuk meningkatkan kinerja, setiap anggota kabinet baru disediakan mobil dinas baru yang harganya 1,3 miliar rupiah. Sebuah harga yang “pas” di tengah kemelaratan masyarakat kita. Nilai 1,3 miliar menurut analisa editorial Media Indonesia (Sabtu, 2 Januari 2010) sepadan dengan dana yang diperlukan untuk untuk menggratiskan 2300 siswa SMP yang putus sekolah karena tidak mampu membayar. Jadi, hemat macam apa maksudnya?

Kembang api dan petasan menjadi simbol tahun baru di seluruh dunia. Bayangkan dalam satu malam langit Indonesia dan langit-langit negeri lain di seluruh dunia disulap menjadi langit yang terang di tengah malam. Pesta kembang api mewarnai langit. Asap berkepul di mana-mana. Tak terkecuali di sekitar rumah. Teringat ucapan Pak Ngatmin seorang guru SD di bilangan Jelambar, Jakarta. Beliau pernah mengatakan pada murid-muridnya bahwa asap hasil pembakaran tidak akan pernah lenyap. Tak terlihat oleh mata mungkin ya, tetapi sejatinya asap-asap itu berkumpul menjadi satu kemudian berperang melawan lapisan ozon.

Berarti orang-orang yang merayakan tahun baru dengan membakar petasan secara langsung ikut memperlebar bocornya lapisan ozon langit kita. Berarti orang yang bersuka cita di malam tahun baru dengan membakar kembang api secara tidak langsung telah menginvestasikan dananya untuk menambah dampak global warming. Nah pertanyaannya adalah apakah kita termasuk orang-orang itu? Atau kita termasuk orang yang pandai memaknai tahun baru dengan cerdas?

Pelangi di Kamarku

Ruang kamarku diterangi tujuh warna pelangi. Bermain, menari, menyanyi riang sesekali melantunkn puisi-puisi Rendra. Bercanda, bercengkerama dengan sahabat-sahabtku. Itulah impianku sejak dulu, sejak aku kecil. “Ah, berhayal saja kau!” komentar kawan-kawanku saat kuceritakan impianku itu. “Berpikirlah realistis, kawan.” Tambah mereka seakan mencibir. Kata-kata yang bengis, yang tak kusuka sejak dulu, sejak aku mendambakan hal itu terjadi. Mereka tak pernah mengerti aku, tak pernah memahamiku. Sedikitpun.

Udara masih saja basah menerpa wajahku membawa sejuk ke dalam ruang kamarku. Hujan deras meninggalkan titik-titik air di daun-daun Angsana. Sepi, dunia seakan tak bernyawa, diam tak bergerak. Kejenuhan menghampiri mengajak tubuh ini mendekati pembaringanku yng sudah kurapikan sebelumnya. Kurebahkan tubuh perlhan. Menatap langit-langit kamar yang bisu, yang tak pernah beranjak dari tempatnya sejak dulu, sejak aku kecil, sejak rumah sederhana ini dibangun ayah untuk keluarga kami.

Kututupi tubuh ini dengan selimut tebal. Wangi udara bersih mengantarkan tidurku sore ini. Kuterlelap di dinginnya dunia tanpa ada usikan dari siapapun. Aku tertidur hingga terjaga saat kusadar kamarku terang benderang. Kereta kencana emas dengan empat kuda putih melaju menuju langit. Senyum bidadari menjauh dari kamarku. Wanginya tertinggal. Kuterperangah hampir pingsan.
Mengapa aku harus terlelap sore ini!